Pilih Warna Blog


HARUS BACA!!!!

Valentine's Day Pumping Heart

8/12/2012

Organisasi-organisasi Kaum Yahudi Penguasa Dunia Part 2

Ini kelanjutan dari yang kemarin ya sobat The Love City.
Keluarga Talmudian 
Tahun 1770, saat berusia 27 tahun, Rothschild menikahi Guetele Schnaper yang masih berusia tujuhbelas tahun. Dari perkawinannya, mereka dikarunia sepuluh orang anak. Putera-puteranya bernama Amshell III, Salomon, Nathan, Karlmann (Karl) dan Jacob (James). Kepada anak-anaknya, selain mendidik mereka dengan keras soal pengetahuan bisnis perbankan dan aneka pengalamannya, Rothschild I juga menanamkan kepada mereka keyakinan-keyakinan Talmudian (bukan Taurat) dengan intensif.
 
Frederich Morton, penulis biografi Dinasti Rothschild menulis, “Setiap Sabtu malam, usai kebaktian di sinagoga, Amshell mengundang seorang rabi ke rumahnya. Sambil duduk membungkuk di kursi hijau, mencicipi anggur, mereka berbincang-bincang sampai larut malam. Bahkan pada hari kerja pun Amshell sering terlihat mendaras Talmud …dan seluruh keluarga harus duduk dan mendengarkan dengan tertib.
Keluarga Rotschild merupakan keluarga Yahudi yang berpandangan Talmudian. Mereka sangat percaya bahwa Tuhan, sesuai keyakinan dalam ayat-ayat Talmud, telah memilih bangsa Yahudi sebagai manusia super, satu-satunya ras manusia, sedangkan orang lain yang bukan Yahudi merupakan ras yang derajatnya sama dan setara dengan hewan. Mereka sama sekali tidak perduli dengan orang lain, dan hanya perduli dengan kepentingan sesama Yahudi Talmudian
Wilhelm von Hanau merupakan seorang kepala negara yang kaya raya dan berpengaruh. Bisa jadi, bisnis utama Wilhelm yang memiliki sepasukan tentara sewaan (bisnis ini juga berasal dari bisnis para Templar!) membuatnya disegani tidak saja di Jerman tetapi juga di wilayah-wilayah sekitarnya. Wilhelm juga memiliki kekerabatan dengan sejumlah keluarga kerajaan Eropa lainnya. Inggris merupakan salah satu langganan setia dalam bisnis tentara sewaannya. Harap maklum, daerah koloni Inggris di seberang lautan sangat luas dan banyak.
Dalam bisnis ini, Rothschild bertindak sebagai dealernya. Karena kerja Rothschild begitu memuaskan, maka Wilhelm pernah memberinya hibah uang sebanyak 600.000 pound atau senilai tiga juta dollar AS dalam bentuk deposito. Dari usahanya ini, Wilhelm memiliki banyak uang. Ketika meninggal, Wilhelm meninggalkan warisan terbesar dalam rekor warisan raja Eropa yakni setara dengan 200 juta dollar AS! (Maulani; 2002)
Sumber lainnya mengatakan bahwa uang sebesar tiga juta dollar AS itu sebenarnya berasal dari pembayaran sewa tentara kerajaan Inggris kepada Wilhelm, namun digelapkan oleh Rothschild (Jewish Encyclopedia, Vol. 10, h.494).
Dengan bermodalkan uang haram inilah Rothschild membangun kerajaan bisnis perbankannya yang pertama dan menjadi bankir internasional yang pertama. Sebenarnya, Rothschild I ini tidak membangun kerajaannya sendiri. Beberapa tahun sebelumnya ia telah mengirim anak bungsunya, Nathan Rothschild yang dianggap paling berbakat ke Inggris untuk memimpin bisnis keluarga di wilayah tersebut. Di London Nathan mendirikan sebuah bank dagang dan modalnya diberikan oleh Rothschild I sebesar tiga juta dollar AS yang berasal dari uang haram itu.
Di London, Nathan Rothschild menginventasikan uang itu dalam bentuk emas-emas batangan dari East India Company. Berasal dari uang haram, diputar dengan cara yang penuh dengan tipu daya, memakai sistem ribawi yang juga haram, kian berkembanglah bisnis keuangan keluarga Rothschild ke seluruh Eropa. Berdirilah cabang-cabang perusahaan Rothschild di Berlin, Paris, Napoli, dan Vienna. Rothschild I menempatkan setiap anaknya menjadi pemimpin usaha di cabang-cabangnya itu. Karl di Napoli, Jacob di Paris, Salomon di Vienna, dan Amshell III di Berlin. Kantor pusatnya tetap di London.
Rothschild I meninggal dunia pada 19 September 1812. Beberapa hari sebelum mangkat, ia menulis sebuah surat wasiat yang antara lain berbunyi:
  • Hanya keturunan laki-laki yang diperbolehkan berbisnis. Semua posisi kunci harus dipegang oleh keluarga.
  • Anggota keluarga hanya boleh mengawini saudara sepupu sekali (satu kakek) atau paling jauh sepupu dua kali (satu paman). Dengan demikian harta kekayaan  keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain. Awalnya aturan ini dipegang ketat, tapi ketika banyak pengusaha Yahudi lainnya bermunculan sebagai pengusaha dunia, aturan ini dikendurkan, walau demikian hanya boleh mengawini anggota-anggota terpilih.
Dinasti Rothschild tidak punya sahabat atau sekutu sejati. Baginya, sahabat adalah mereka yang menguntungkan kantongnya. Jika tidak lagi menguntungkan maka ia sudah menjadi bagian masa lalu dan dimasukkan ke dalam tong sampah. Pangeran Wilhelm sendiri akhirnya dilupakan oleh Rothschild setelah ia berhasil menilep uangnya. Ketika Inggris dan Perancis berperang dengan memblokade pantai lawan masing-masing, hanya armada Rothschild yang bebas keluar masuk pelabuhan karena Rothschild telah membiayai kedua pihak yang berperang tersebut.
Bank Sentral Inggris dan Utang Sebagai Alat Penjajahan
Beberapa orang menyangka jika pendirian Bank of England, bank sentral pertama di dunia, juga akibat campur tangan dari Dinasti Rothschild. Anggapan ini sebenarnya tidak tepat karena Rothschild I sendiri baru lahir di Bavaria pada tahun 1743, sedangkan Bank of England berdiri pada 27 Juli 1694.
Sebelum Dinasti Tameng Merah lahir, jaringan Luciferian yang terdiri dari tokoh-tokoh Yahudi berpengaruh dunia yang dikenal dengan istilah “Para Konspirator”, para pewaris Templar, Orde Militeris yang kaya raya, telah mencanangkan untuk menguasai England yang menjadi Inggris sekarang dengan strategi lidah ular: Pertama, merekayasa pernikahan keluarga raja Inggris sehingga nantinya para Raja Inggris berdarah Yahudi, dan yang kedua lewat provokasi perang melawan Perancis agar Inggris memerlukan uang yang banyak di mana pihak Konspirasi akan memberi utang kepada Raja Inggris. Dengan utang, diharapkan kerajaan besar itu akan takluk.
Inilah fakta sejarah jika jaringan Yahudi Dunia sejak dulu telah menggunakan utang sebagai alat penakluk suatu negeri. Sekarang, Indonesia yang kaya raya, juga telah ditaklukkan dan dijajah oleh utang. Para tokoh Neo-Liberal di negeri ini yang gemar mengundang utang imperialis masuk ke negeri ini merupakan pelayan-pelayan kepentingan Luciferian. Banyak orang yang mengaku Islam menjadi pendukung kelompok Luciferian ini disebabkan mereka malas berpikir sehingga mudah ditipu mentah-mentah.
Perjalanan para Konspirator dalam menaklukan Keraaan Inggris diawali dari suatu pertemuan sejumlah petinggi Ordo Kabbalah di Belanda. Mereka menggelar pertemuan dan sepakat untuk menguasai Tahta Kerajan Inggris sepenuhnya dengan cara menurunkan Dinasti Stuart dan menggantikannya dengan seseorang yang mereka bina dari Dinasti Hanover dari Istana Nassau, Bavaria.
Kala itu, Tahta Kerajaan Inggris tengah diduduki King Charles II (1660-1685). Raja Inggris ini masih kerabat dekat Duke of York. Mary adalah anak sulung dari Duke of York. Diam-diam, kelompok Konspirator mengatur strategi agar Mary yang masih gadis itu bertemu dengan ‘Sang Pangeran’ bernama William II, salah seorang pangeran kerajaan Belanda dan pemimpin pasukan kerajaan. Mary dan William II pun bertemu dan saling tertarik. Pada tahun 1674 mereka menikah. Tahun 1685 King Charles II meninggal dan digantikan oleh James II yang memerintah sampai tahun 1688.
Dari hasil perkawinan antara William II dan Mary, lahir seorang putera yang kemudian dikenal sebagai William III, yang kemudian menikah dengan seorang puteri dari King James II bernama Mary II. William III yang berdarah campuran antara Dinasti Stuart dengan Dinasti Hanover ternyata menurut kelaziman tidak bisa menjadi Raja Inggris disebabkan ia bukan berasal dari garis keturunan laki-laki Inggris, melainkan dari garis perempuan. Mary II, isterinyalah, yang lebih berhak menyandang gelar Queen.
Di sinilah para petinggi Yahudi melancarkan konspirasi dengan mengobarkan ‘Glorious Revolution’ dan akhirnya berkat Partai Whig yang melakukan kerjasama diam-diam dengan tokoh-tokoh Yahudi dan Partai Tory yang bersikap pragmatis, revolusi tanpa darah ini berhasil menaikkan William III sebagai Raja Inggris.

Beberapa tahun sebelumnya, lewat tangan Oliver Cromwell, kekuatan Yahudi juga telah ‘menyikat’ King Charles I dan menguasai lembaga-lembaga keuangan di kerajaan itu. Dengan berkuasanya William III maka Inilah awal hegemoni Dinasti Hanover bertahta di Kerajaan Inggris sampai sekarang. Apalagi Dinasti Windsor yang berkuasa di Kerajaan Inggris sekarang merupakan keturunan langsung dari King Edward III (Prince of Wales) yang merupakan keturunan Hanover
Pada tahun 1689, Raja Inggris, King William III mendirikan Loyal Orange Order yang begitu fanatik mendukung gerakan pembaruan Gereja yang dipimpin Martin Luther. Ordo ini menyatakan dengan tegas akan menjadikan Inggris sebagai basis bagi gerakan Protestan. Pernyataan ini memiliki pesan yang jelas terhadap Gereja Katolik: “Kami akan melawanmu!”
Sejarah memang telah mencatat jika Gereja Katholik merupakan musuh bebuyutan para Templar. Para Templar, dan juga para pewarisnya seperti kaum Mason dan Rosikrusian, masih sangat ingat bagaimana Paus Clement IV berkomplot dengan King Philip V dari Perancis pada Jumat, 13 Oktober 1307 menumpas dan membantai Templar dari seluruh Eropa. Perlawanan dan penghancuran Gereja (Katolik Roma) merupakan salah satu tujuan utama kelompok Luciferian ini yang berasal dari dendam sejarah yang kesumat.
Loyal Orange Order sampai hari ini masih bertahan di Irlandia Utara dengan jumlah anggota tak kurang dari angka 100 ribuan. Kelompok inilah yang senantiasa mengobarkan api permusuhan terhadap kaum Katolik sehingga sampai sekarang kehidupan masyarakat di sana tidak pernah sepi dari konflik Protestan-Katolik.
King William III sendiri menceburkan diri dalam peperangan melawan Perancis yang mayoritas Katolik. Inggris menderita kerugian yang banyak. Utang pun menumpuk. Inilah awal berdirinya Bank of England sebagai bank sentral swasta pertama di dunia, seperti yang telah disinggung di muka.
William G. Carr dalam bukunya “Yahudi Menggenggam Dunia” (Pustaka Alkautsar, 1991) mencatat kronologi perjalanan petualangan Oliver Cromwell sebagai kaki tangan tokoh Yahudi-Inggris setelah kematian King Charles I pada 30 Januari 1649. Inilah kronologinya singkatnya:
  • 1649, Cromwell menyerbu Irlandia dengan dukungan dana dari lobi Yahudi internasional sehingga terjadi peperangan antara Inggris Protestan melawan Irlandia Katolik.
  • 1651, Charles II, putera King Charles I, memerangi Cromwell tapi gagal. Ia dibuang ke Perancis.
  • 1652, Inggris melibatkan diri berperang melawan Belanda.
  • 1653, Cromwell mengangkat dirinya sebagai The Lord Defender of Great Britain.
  • 1654, Inggris terlibat perang Eropa lagi.
  • 1656, Amerika yang masih menjadi jajahan Inggris bergolak dan akhirnya menjadi negara merdeka.
  • 1657, Cromwell meninggal dunia. Puteranya, Richard, menjadi penguasa Inggris.
  • 1659, Richard mengakhiri persekongkolan dengan Yahudi Internasional, ia mengundurkan diri dari kekuasaan.
  • 1660, Jenderal Monk dari angkatan bersenjata Inggris menduduki London. Charles II diangkat menjadi raja Inggris.
  • 1661, Skandal persekongkolan antara Cromwell dengan kubu Yahudi Internasional terungkap. Warga London geger dan marah. Makam Cromwell dibongkar paksa.
  • 1662, Gereja resmi Inggris, Anglikan, menindas umat Protestan.
  • 1664, Inggris kembali berperang melawan Belanda.
  • 1665, Krisis ekonomi melanda Inggris. Pengangguran dan kelaparan merebak. Di tahun itu juga terjadi kebakaran besar yang menghanguskan sebagian kota London, disusul wabah penyakit lepra.
  • 1666, Inggris terlibat perang dengan Belanda dan Perancis.
  • 1667, Ordo Kabbalah yang secara rahasia masih eksis di Inggris melancarkan gerakan sabotase ke kalangan elit pemerintahan. Sejarah Inggris mengenalnya sebagai gerakan Kabal. Akibatnya muncul gelombang baru penindasan agama dan politik di Inggris.
  • 1674, Setelah menggelar pertemuan internal di Belanda, Kelompok Yahudi Internasional sepakat menguasai Kerajaan Inggris sepenuhnya dengan melengserkan King Charles II dan menaikkan seseorang yang bisa dikendalikan. Pada tulisan di muka hal ini telah disinggung, yakni penobatan King William III yang masih berdarah Dinasti Hanover.
  • 1683, Konspirasi berupaya membunuh King Charles II dan Duke of York tapi gagal.
  • 1685, King Charles II meninggal dunia. Duke of York yang beragama Katolik naik tahta dengan gelar King James II. Konspirasi menyebarkan desas-desus untuk menentang raja baru itu. Rakyat banyak yang termakan isu ini. Akibatnya banyak rakyat yang ditangkap pihak kerajaan. Nama King James II menjadi tidak popular di mata rakyat.
  • 1688, setelah King James II sudah tidak lagi mendapat dukungan rakyatnya, Konspirasi Yahudi Internasional memprovokasi pangeran William of Orange dari Belanda untuk menyerbu Inggris, dengan dukungan kapal-kapal perangnya menuju pantai Inggris. King James II akhirnya turun tahta dan kabur ke Perancis.
  • 1689, William of Orange atau William III dan Queen of Mary –keduanya Protestan—mengukuhkan diri sebagai Raja dan Ratu Inggris. Sementara itu James II kabur lagi ke Irlandia, sebuah wilayah Katolik. Pasukan Inggris sendiri terpecah antara yang Protestan dengan yang Katolik. Yang Protestan mendukung William III sedang yang Katolik berupaya mengembalikan James II ke tahtanya. Perang saudara pun tak terelakkan pada 12 Juli 1689.
Sampai sekarang, rakyat Inggris masih mengenang peristiwa tersebut tanpa banyak yang menyadari bahwa perang saudara itu sesungguhnya sengaja dibuat oleh Konspirasi Yahudi Internasional, untuk menguasai perekonomian negara besar Eropa itu. Hasilnya, berdirilah Bank of England, bank sentral swasta pertama di dunia (1694), yang dimiliki Konspirasi Yahudi tersebut.
Inggris terus dibuat untuk berperang, sehingga kas kerajaan terkuras dan hutang bertambah banyak. Jerat yang dipasang para pemilik modal Yahudi kini telah mengikat mangsanya. Kian lama kian kuat, mencekik. Inggris pun jatuh ke dalam kekuasaan mereka hanya dengan modal awal £1.250.000!
Dari Inggris Mendirikan AS
Setelah menaklukkan kerajaan Inggris, pihak Konspirasi Yahudi Internasional kini mengarahkan wajahnya ke sebuah benua baru yang masih menjadi koloni Inggris di seberang Samudera Atlantik: Amerika. Jauh-jauh hari sebenarnya mereka telah mempersiapkan hal ini lewat salah seorang agennya bernama Christopher Colombus. Orang ini merupakan anggota Knights of Christ, pelaian Templar yang mukim di Italia, Portugis, dan Spanyol. Semasa remajanya, Colombus malah menjadi orang kepercayaan Rene de Anjou, Grand Master Persaudaraan di Italia.
Demikianlah, Amerika Serikat memang dipersiapkan jauh-jauh hari sebagai The Second Promise Land, selain Yerusalem, bagi bangsa Yahudi. Nama lain kota New York saja adalah The New Jerusalem. Pada 4 Juli 1776, tokoh-tokoh Mason Amerika menandatangani Declaration of Independence. Berdirilah satu negara Masonik yang dipersiapkan sebagai The Headquarter, markas besar, gerakan Ordo Kabbalah dalam menaklukkan dunia kelak, menuju tatanan dunia baru yang sepenuhnya sekular. Suatu cita-cita Masonik yang ditorehkan pada lambang negara AS: Novus Ordo Seclorum.

Tidak seperti sekarang, Eropa waktu itu merupakan sebuah benua yang terbagi dalam banyak kerajaan besar kecil, serta sejumlah wilayah kecil otonom (Principalis), semacam kabupaten yang merdeka, seperti Monaco dan Lechtenstein. Saat itu Inggris dan Perancis merupakan dua negara kerajaan yang paling berpengaruh.

Setelah Inggris berhasil dikuasai dan para tokoh Mason Amerika berhasil memproklamirkan kemerdekaan negara itu, maka Konspirasi Yahudi Internasional berusaha untuk menaklukkan Perancis. Baron Rothschild merupakan salah satu tokoh sentral dalam Konspirasi Yahudi Internasional untuk menaklukkan Perancis.
Tahun 1773, Baron Rothschild dan 12 tokoh Yahudi lainnya berkumpul di kediamannya di Bavaria. Mereka membahas berbagai perkembangan Eropa terakhir, termasuk mengevaluasi hasil-hasil upaya Konspirasi di Inggris. Dalam pertemuan inilah, nama Adam Weishaupt disebut oleh Rothschild sebagai seseorang yang bisa dipercaya untuk menjalankan tugas dari Konspirasi.
Dalam pertemuan itu, Baron Mayer juga membacakan 25 butir strategi penguasaan dunia yang kelak  dalam Kongres Zionis Internasional I di Basel-Swiss tahun 1897 disahkan dengan nama Protocolat Zionis.
Baron Mayer atau Rothschild I juga mengatakan jika Konspirasi dianggap terlalu lamban dalam melakukan program yang direncanakan untuk Inggris, akibatnya penguasaan Inggris secara total terhambat oleh hal-hal kecil. Namun hal-hal kecil ini bisa dianggap tidak berpengaruh besar bagi upaya penguasaan oleh Konspirasi. Walau demikian, hal-hal kecil ini dianggap tidak boleh dibiarkan.

Beberapa kelompok berpengaruh di Inggris ada yang masih mampu bertahan menghadapi Konspirasi.
Rothschild segera memerintahkan agar pelaksanaan program dipercepat dan menyingkirkan oposisi secepatnya dengan segala cara yang bisa diambil. Jika perlu, segenap lapisan masyarakat Inggris harus dikuasai dengan jalan teror atau kekerasan.
Dalam pertemuan itu, Rothschild juga menekankan kepada para undangan bahwa apa-apa yang telah dihasilkan di Inggris sesungguhnya bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang akan mereka perbuat atas Perancis. Skema besar untuk meletupkan Revolusi Perancis pun di bahas dengan serius.
Ini merupakan satu mata rantai dari sejumlah pertemuan para Konspiran untuk menggodok Revolusi Perancis. Dalam pertemuan di Frankfurt ini, agenda yang telah dirancang dipermatang dan upaya penggalangan dana pun di mulai dari ‘markas’ Rothschild tersebut.

Menurut penilaian sosiologis dan psikologi massa yang dilakukan Konspirasi, situasi yang tengah dihadapi Perancis saat itu memang menggambarkan dengan baik apa yang sebenarnya tengah terjadi di Eropa: perekonomian tengah lesu, utang menumpuk, pengangguran di mana-mana, lapangan pekerjaan nyaris tidak bergerak, sektor industri macet, dan bencana kelaparan di ambang pintu.
Jurang kesenjangan ekonomi yang terjadi antara buruh dan rakyat kebanyakan dengan para bangsawan, pemilik modal, dan raja-raja demikian besar dan dalam. Menurut teori revolusi, dalam kondisi demikian buruk, massa rakyat telah siap untuk menyambut siapa pun yang tampil secara meyakinkan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Massa rakyat telah menjadi semacam tumpukan jerami kering yang hanya dengan percikan api sedikit saja akan bisa terbakar dan meluas dengan sangat cepat. Kondisi di Perancis merupakan yang terparah.
Di tengah kondisi demikian, lewat corong media yang dikuasainya, Konspirasi meniupkan aneka slogan yang muluk-muluk dan melemparkan semua kesalahan kepada penguasa dan orang-orang kaya, sehingga rakyat Perancis kian membenci mereka. Kehancuran dan kerusuhan tinggal menunggu hitungan hari. Sebuah rencana besar siap digelindingkan oleh Konspirasi.
Salah satu rumus baku dalam gerakan massa adalah: menjelek-jelekkan masa sekarang, di saat bersamaan mengingatkan massa (rakyat) akan kegemilangan masa lampau dan meyakinkan massa rakyat bahwa masa depan akan bisa menjadi lebih gemilang, mengulangi masa-masa keemasan di zaman silam, jika massa mau dan siap bergerak menumbangkan status-quo. Ini berlaku di mana saja.
Untuk menyatukan langkah gerakan massa, Konspirasi menciptakan tiga slogan gerakan: Liberté, Egalité, dan Fraternité (Kemerdekaan, Persamaan, dan Persaudaraan). Sebuah slogan yang mampu membius massa rakyat Perancis sehingga rela mengorbankan apa saja demi memenuhinya. Slogan ini secara terus-menerus diperdengarkan ke telinga rakyat Perancis sehingga setiap orang Perancis saat itu sangat hapal dengan tiga istilah di atas saat itu, bahkan kemudian dunia juga hafal.
Walau terdengar sangat indah, namun tiga istilah di atas bagi Konspirasi Yahudi Internasional memiliki arti yang sama sekali beda. Bagi kelompok ini, Liberté sesungguhnya berarti Kemerdekaan bagi mereka, kebebasan bagi mereka, bagi para pemilik modal, untuk berbuat apa saja terhadap Perancis.
Egalité yang sesungguhnya bermakna Persamaan, bagi Konspirasi diartikan sebagai persamaan di kalangan mereka untuk bisa bersama-sama, gotong royong, di dalam usahanya menguasai perekonomian Perancis.
Sedangkan Fraternité memiliki arti sebagai Persaudaraan antara kelompok mereka sendiri, di mana di dalam setiap usahanya, mereka harus saling tolong-menolong, bantu-membantu, agar kepentingan kelompok mereka bisa dicapai. Inilah hakikat tiga slogan Revolusi Perancis. Jadi Persaudaraan hanya terbatas pada kelompoknya saja.
Pada 14 Juli 1789, massa rakyat berbondong-bondong menuju penjara Bastille, perancis. Penjara yang bagaikan benteng itu dibakar. Para narapidana melarikan diri dan menimbulkan kerusuhan dan perampokan di mana-mana. Penyerbuan ke penjara benteng Bastille ini menandai di mulainya Revolusi Perancis. Hari demi hari berjalan dengan perkmebangan yang tidak bisa diduga. King Louis XVI dan Marie Antoinette ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara. Tidak lama kemudian keduanya dihukum mati, dipancung di atas Guilotin.
 .....Bersambung
Sumber:
 Semoga bermanfaat

0 comments:

Posting Komentar

Beri Bintang Untuk Penilainmu Tentang Blog Ini